Tuesday, March 26, 2013

Memilih Sekolah yang Tepat untuk Balita

http://bit.ly/WTvozz
Memilih Sekolah yang Tepat untuk Balita
<a href="http://supermom.butikaini.com/?attachment_id=162" rel="attachment wp-att-162"><img class="alignleft size-medium wp-image-162" alt="sekolah alam" src="http://supermom.butikaini.com/wp-content/uploads/2013/02/sekolah-alam-300x225.jpg" width="386" height="290" /></a>Insya Allah di tahun ini Azka mulai bersekolah. Sebetulnya Bunda males kalo harus bilang <em>sekolah</em>. Karena Bunda hanya mencari wadah sosialisasi Azka yang lebih besar. Bermain yang terarah. Bukan mencari tempat untuk belajar membaca, berhitung, dan menulis. Makanya, Bunda mau share tentang Memilih Sekolah yang Tepat untuk Balita ini berdasarkan info-info yang Bunda baca dan pengalaman pernah bekerja di TK Al Mufid.

Awalnya, si Ayah maunya memasukkan Azka ke TK usia 3,5 tahun. Tapi, kok Bunda merasa, Azka masih kecil untuk harus ber"sekolah". Akhirnya BUnda bujuk-bujuk Ayah agar tahun depan aja memasukkan Azka sekolahnya. Agak aneh mungkin buat sebagian orang tua, yang bangga anaknya kecil-kecil sudah bisa baca tulis, Bunda jenis orangtua yang merasa, bukan waktunya BAlita diajari menulis, membaca, dan berhitung. Sesungguhnya, jika bukan karena tuntutan Sekolah DAsar yang mewajibkan calon siswanya bisa calistung sebelum masuk, Bunda rasanya ngga mau ngajarin Azka baca tulis dulu deh. Lebih baik seperti zaman Bunda dulu, kelas 1 SD baru diajarkan baca tulis. ingat negara Finlandia, yang kualitas pendidikannya nomor 1 di Dunia. Mereka mulai mengajarkan calistung sejak usia 7 tahun. tidak ada pengajaran calistung di bawah usia 7. kalo pengenalan huruf-huruf mungkin ada, itu pun sambil bermain dan harus atas partisipasi aktif anak.

Jadiiiiii....... Menimbang:

1. Usia Balita adalah usia bermain. Belajar pun harusnya bermain. Jangan samapai ada stress saat belajar karena bisa menimbulkan "kebantatan". ya! kebantatan. apa itu artinya? bantat dalam bahsa kue adalah kue yang sudah lama dioven atau dikukus, tapi tidak mengembang. begitu juga anak yang terlalu cepat diberi stress atau beban, nanti jadi bantat, tidak berkembang seperti yang seharusnya.

2. Terus terang, Bunda tadinya mau nyekolahin Azka di TKIT. Tapiii... setelah Bunda baca penelitian dari mahasiswa UNSOED kalo tidak salah (nanti kita bahas lagi), bahwa anak yang bersekolah di TK biasa dengan TKIT ternyata secara kematangan psikologis lebih bagus yang di TK biasa. Alasannya ya itu tadi, karena TKIT bisanya memberlakukan jam belajar yang lebih panjang, jadilah beban anak juga bertambah.

3. Bunda cari sekolah yang ngga ada PR. Di rumah untuk Balita adalah bermain. Bukan duduk mendeluk nulis atau menebalkan huruf-huruf karena tugas dari sekolah. Kalo anak mau nulis nulis, menggambar, melukis, buat prakarya, gunting-gunting..ya itu karena kemauan dia, bukan karena suatu "tugas" sekolah. Nah, berarti di sini Bunda yang harus lebih berperan aktif agar anak bisa menguasai berbagai macam kecerdasan dengan cara menyenangkan.

4. Bunda sebetulnya cari sekolah yang mengajak anak terjun ke alam juga. tapi, karena di sini sepertinya tidak ada yang seperti itu, berarti tugas Bunda ngajakin (bukan ngajarin) Azka untuk berkebun, nangkap ikan di "susukan", main becek-becekan, megang sapi, buat kue-kue dari tanah liat, dsb.

5. Bunda cari TK A yang kegiatan sehari-harinya adalah bermain dan bermain. Tepuk-tepuk, loncat-loncat, main warna, pokoknya main yang gurunya ikut bermain. Bukan sekolah yang bangkunya dijejerin rapi, trus guru di depan kelas.

Nah, dari pertimbangan-pertimbangan itu, jatuhlah pilihan Bunda pada satu TK di komplek perumahan yang katanya ngga ada PR dan kerjanya cuma tepuk tepuk aja. hehe... mudah-mudahan karakter Azka bisa terbangun mulai dari sini.

Ini sih pikiran Bunda ya.. Mungkin banyak Bunda lain tidak sejalan, ya gapapa. Kadang ibu lebih mengerti tabiat anak sendiri. :)

Oya, ini Bunda selipin artikel dari parenting.co.id. Rasa-rasanya mirip seperti yang Bunda pikirkan. ;)

&nbsp;

TRIK MEMILIH SEKOLAH ANAK

<span style="font-size: small;">Pilih-pilih sekolah anak</span>

Sudah ancang-ancang memasukkan si kecil ke sekolah tahun ini? Atau mungkin Anda malah sudah punya sekolah pilihan untuknya? Mengingat begitu banyaknya penawaran, inilah beberapa hal yang mungkin dapat membantu Anda mengambil keputusan:

Masa kanak-kanak adalah masa bermain. Jadi, jangan terlalu dini memaksakan pendidikan yang ‘serius’ bagi anak, agar masa bermainnya tidak terenggut. Apalagi kalau Anda masih membebani anak dengan sederet les tambahan, mulai dari membaca, berhitung, piano, balet, dll. Pendidikan untuk anak-anak di bawah usia enam tahun tak harus selalu berupa pendidikan formal. Playgroup atau taman bermain, prasekolah maupun TK seharusnya hanya menjadi fasilitator dalam menstimulasi perkembangan anak, baik fisik (motorik kasar maupun halus), mental (kognitif), emosi, sosial, dan kemampuan berbahasanya.

Pilih sekolah yang guru-gurunya memiliki ‘unconditional love’. Artinya, guru-guru di sekolah itu bisa menerima setiap anak apa adanya, dan bisa mengembangkan lingkungan yang disiplinnya positif. Sekolah tidak menuntut anak di luar kemampuannya, berusaha mengerti anak, dan mendorong anak untuk bisa dan bangga atas kemampuannya. Bukan dengan marah-marah atau memaksa anak untuk menyelesaikan lembar tugasnya.

Sekolah yang menggunakan konsep belajar melalui pengalaman (experiential learning), memberikan stimulasi pada anak melalui pengalaman bermain dan eksplorasi langsung terhadap dunia di sekitarnya. Sekolah-sekolah ini biasanya mengajak murid-muridnya langsung ‘terjun’ ke alam untuk mempelajari apa yang hendak dipelajari; seperti belajar tentang sapi dengan melihat langsung seekor sapi, atau kalau belajar menggambar, itu dilakukan di halaman atau di alam terbuka. Biasanya konsep seperti ini bisa ditemukan di sekolah-sekolah alam.

Ada pula sekolah yang mengedepankan konsep belajar aktif (active learning), dengan melatih anak untuk selalu kreatif dengan menciptakan berbagai kreasi dari benda-benda di sekitarnya. Contoh, kardus bekas tisu gulung, karton susu, kaleng bekas minuman. Namun yang jelas, sekolah yang baik tidak harus selalu yang gedungnya mentereng, atau alat-alatnya serba lengkap. Sekolah yang baik adalah yang bisa mendorong kemandirian anak, dan mengembangkan kemampuan sosial maupun kematangan emosinya

Bagaimana dengan soal bahasa? Benarkah sekolah bilingual lebih baik? Ternyata sampai sekarang para ahli masih memperdebatkan efektivitas mengajarkan dua bahasa (Inggris dan Indonesia) pada masa golden age anak (sampai usia 5 tahun). Bila anak tepat waktu dalam perkembangan bahasanya (cooing muncul di usia sekitar 2-3 bulan, babbling di usia sekitar 6-8 bulan, kata pertama di usia sekitar 1 tahun), kemungkinan besar ia tidak akan mengalami telat bicara. Dan bagi anak-anak ini, bersekolah di sekolah bilingual tidak akan jadi masalah. Sebaliknya, bila tahapan-tahapan itu tidak muncul di usia yang tepat, bahasa asing yang harus dia serap selain bahasa ibu, bisa-bisa malah membuat ia jadi telat bicara.

Satu lagi pertimbangan yang tak kalah penting adalah faktor biaya. Banyak orangtua rela membayar mahal agar anaknya memperoleh pendidikan terbaik. Tapi, tak ada salahnya tetap memperhitungkan apakah biaya yang Anda keluarkan akan sesuai dengan apa yang didapat si kecil bila bersekolah di situ. Uang sekolah yang tinggi, misalnya, tentu rasanya tak sepadan bila fasilitas pendidikan di sekolah tersebut ternyata kurang memadai. Tapi, semahal apa pun, jangan lupa untuk mempertimbangkan bahwa sekolah mahal dan fasilitas yang aduhai pun bukanlah segalanya.

No comments:

Post a Comment