Friday, October 11, 2013

A, B, C

http://bit.ly/16AOQ9j
A, B, C
Sudah beberapa minggu ini, Azka mendapatkan PR (Pekerjaan Rumah) dari sekolahnya. Memang tiap 1 minggu sekali sih. Tapi itu cukup membuat saya keberatan juga. Karena Saya tetap tidak mengharapkan ada PR untuk anak seusia Azka. PR kadang malah membuat hubungan ibu-anak tidak harmonis. Karena kerapkali sang Ibu menuntuk kesempurnaan si anak dalam membuat PR agar mendapat nilai bagus, sementara kemampuan si anak belum sampai pada tahap seperti itu. Jadilah biasanya dalam membuat PR, jika si Ibu kurang sabar, akan ada teriakan-teriakan dan gumanan ketidakpuasan.

PR Azka minggu pertama hanya menulis angka 1, lalu meningkat, dan setelah bersekolah selama kurang lebih 2 bulan, sekarang Azka menulis PR ba-bi-bu-be-bo. Untuk anak seusia itu, ternyata memang membutuhkan usaha keras bagi dia untuk menyelesaikan ba-bi-bu-be-bo itu sampai nomor 5. Saya tidak pernah mendiktenya begini begitu, biar dia mengerjakan PR sesuai versinya. Jika huruf yang ditulis ibu guru ada 5, maka Azka akan menambahkannya sampai 8 atau 9. Sesukanya dia. Saya tidak ingin PR menjadi sesuatu hal yang menakutkan untuk dia. Jika tidak memiliki kemampuan untuk mengubah sistem pendidikan tanpa PR, maka biarkan dia menikmati PR tersebut.

Dalam setiap PR Azka, gurunya selalu memberikan penilaian A atau B. Saya sengaja tidak pernah memberitahu Azka apa arti A atau B tersebut. Untuk anak seusia Azka yang setiap harinya sudah bersemangat sekolah saja, saya beri nilai A plus untuk setiap pekerjaan yang telah dia buat. Tidak ada seorangpun yang berhak menilai hasil karya seorang anak. Apalagi seusia balita. Dalam setiap hasil karya dia, baik itu coret-coretan, gunting-guntingan, gundukan tanah, selalu berikan pujian yang tulus. Karena tersimpan usaha yang besar dari mereka untuk melakukan hal itu.

Saya ingin Azka terbiasa tidak melihat nilai-nilai tersebut selama dia berusaha yang terbaik. Agar ke depannya, tidak ada pembatas dalam pikiran dia, tidak ada kekhawatiran, tidak ada ketakutan akan nilai buruk selama dia berusaha yang terbaik. Yang harus ditakutkan hanyalah nilai buruk di depan Allah. Sehingga, mudah-mudahan Azka ke depannya menjadi insan mandiri yang lebih ekspresif, tidak takut gagal dalam mencoba, lebih berani menantang resiko-resiko. Hanya do'a seorang ibu.. :)

 

Sebetulnya sistem pendidikan dengan mematok nilai pada hasil karya anak sudah jadul. Silahkan baca artikel karya Pak Rhenal Kasali http://supermom.butikaini.com/passport-by-rhenald-kasali/ . Di situ tersirat, bahwa penilaian seharusnya bukanlah pada hasil akhir, tapi pada usaha atau prosesnya

 

No comments:

Post a Comment